Laman

Kamis, 30 Juni 2011

Pengamen Datang, Uang Keluar

"Apa yang harus kita lakukan ketika seorang pengamen datang ke rumah kita? Apakah kalo kita memberikan uang kepadanya termasuk dalam klasifikasi tolong menolong dalam kejelekan?"


Banyak hal yang membuat kita dilematis untuk menerapkan kebenaran yang kita yakini. Ini hal yang harus di cam kan dengan baik. Selalu saja pertentangan, antara idealisme dengan realitas. Kita tentu harus berusaha, agar idealisme-lah yang unggul. Tapi kadang realita justru mengganjal kita.

Maka berbahagialah, karena agama Islam member berbagai ruang penerapan hokum dan syariat yang begitu luas. Di satu sisi tegas dan ketat, tpi di sisi lain bisa lentur dan lembut.

Kelenturan dan kelembutan syariat di sisi lain itu, bukan berarti syarian itu bisa ditarik ulur sesuka hati, atau dilaksanakan mengikut kehendak nafsu saja. Tapi justru syariat itu sendiri yang mnegatur kelenturannya sedemikian rupa, sehingga bila bertekad kuat, setiap manusia bisa melaksanakan beban syariat yang seberat apapun.

Shalat berdiri bagi orang sehat. Bisa dilakukan dengan duduk, terbaring atau terlentang bagi orang yang sedang sakit.

Daging babi jelas-jelas haram dan najis, bisa menjadi mubah dan halal bagi orang yang sangat kelaparan dan khawatir akan mati, sementara yang ada dihadapannya hanya seonggok daging babi panggang!!

Ada perubahan hokum yang ditentukan syariat secara detil perubahannya, seperti shalat bagi musafir, atau shalat bagi wanita haid. Dan ada juga yang perubahannya mengikuti kondisi kedaruratan seperti memakan daging babi.

Menjawab pertanyaan di atas, tentang pengamen yang dating ke rumah, juga harus dilihat dari sisi kelenturan hokum islam, pada sisinya yang multikompleks.

Para ulama ahlussunnah telah menjelaskan tentang hokum mengumumkan nyanyian dengan alat music (selain rebana) bahwa hukumnya adalah haram. Di antara ulama yang embahas persoalan ini sedemikian detilnya adalah Syaikh Albani rahimahullah dalam bukunya Hukmul Ghinaa wa Aalatih Tharib.

Maka, dalam konteks ini, mengamen adalah perkerjaan yang haram menurut syariat Islam.

Dalam persepsi masyarakat Islam kebanyakan, terutama di negeri kita ini, soal haram hanya dikaitkan dengan mencuri, menjual minuman keras atau daging babi dan anjing, korupsi, menipu dan sejenisnya. Sedikit yang memahami bahwa menjual rokok hukumnya juga haram, karena merokok secara mufakat di kalangan ahli fiqih semua mahdzab sekarang ini hukumnya adalah haram. Demikian juga bermusik, menjual alat music, atau menjual nyanyian yang diiringi alat music.

Persoalan sering dikaburkan, oleh sebagian kalangan yang mnegenal agama, namun tidak menanamkan komitmen yang kuat atas syariat-syariatnya. Sehinga muncullah istilah Nada dan Dakwah, alias berdakwah melalui music!!

Ini hal yang dilematis. Kita hidup di tengah lingkungan di mana kebanyakan orang menganggap bermusik adalah halal, dan mencari penghidupan melalui dunia musik adalah halal dan mubah, bahkan sebagian meyakininya: penuh berkah.

Namun di sisi lain, kita yang ia datangi telah mengetahu bahwa hukum menyanyi dan bermusik dalam islam adalah haram, bahwa mengamen adalah mnecari uang dengan cara yang haram. Maka mengkomunikasikan tentang soal halal dan haram dengan pengamen seperti itu, tentu akan menjadi persoalan yang berat dan sulit dipahami dalam satu kali pertemuan saja. Lalu, bagaimana kalau kita member uang kepadanya?

Secara hukum tentu saja haram. Karena itu seperti orang yang membeli minuman keras atau membeli daging anjing. Yakni memberi uang karena pertunjukan musiknya itu. Berbeda, kalau kita memberikan uang tersebut, karena kita tahu ia orang miskin yang perlu ditolong. Namun, bila kita memberikannya saat ia selesai menyenandungkan lagunya secara begitu saja, tentu tak mungkin diniatkan sebagai sedekah atsa orang miskin.

Pertama, karena kita membiarkan dia untuk mempertunjukkan aksi menyanyinya yang kita tahu itu haram, bahkan membiarkannya hingga selesai.

Kedua, karena si pengamen pasti hanya memahami uang itu sebagai bayaran dari nyanyiannya, sehingga ia tidak memahami tujuan sedekah itu yang sebenarnya.

Maka cara yang selamat adalah saat pengamen itu datang, tidak usah dibiarkan ia bernyanyi. Sebelum ia menyanyi, atau saat ia baru saja memulai menyanyi, segera saja datangi, serahkan uang sedekah itu, sambil mengatakan. “ini, sedekah fi sabilillah untukmu, bukan untuk nyanyiannya lhoo..” kenapa saya lebih memilih cara itu?

Karena penolakan kita secara tidak dipahami, akan menimbulkan banyak persoalan baru. Misalnya, ketika kita langsung meninggalkannya, masuk ke dalam rumah, lalu baru keluar setelah ia pergi. Kita memang selamat dari member sesuatu secara haram. Tapi, si pengamen itu pergi dengan berbagai perasaan dalam hatinya, ia pergi dalam kondisi tidak memahami tindakan kita.

Saat kita mengusirnya, hal yang lebih berat bisa saja terjadi. Menjelaskan kepadanya tentang haramnya lagu dan musik , seperti ceramah bukan pada tempatnya. Apalagi muatannya jauh dari selama ini ia dengar dari para ustad2, atau dari bang haji, atau dr yang lainnya. Misi kita terancam gagal total.

Maka, Mungkin ada cara lebih bijak untuk memberitahukan soal hukum musik tersebut. Saat kita menghentikannya bermain musik dan bernyanyi, dan memberikan sedekah atas kefakirannya, berikan saja makalah singkat atau buku ringkas yang menjelaskan tentang haramnya lagu dan musik, sambil berkata, “ini hadiah buku buatmu.. dibaca ya..”

Kita masih bisa mengaharapkan, ia akan membaca dan merenungi dalam kesendiriannya. Minimal ia akan berfikir dua kali untuk kembali mengamen di rumah kita. Karena dia tahu, bahwa menurut kita mengamen itu haram hukumnya.
Sumber:
Abu Umar Basyir. 2009. Pengamen datang keluar uang. (Elfata edisi 06 vol.09)hlm.24.


0 komentar:

Posting Komentar

Mohon untuk memberikan komentar yang sesuai dengan tema postingan.. dilarang keras untuk menggunakan kata-kata kasar,