Selasa, 20 September 2011
Seperti Apakah Memutuskan Tali Silaturahmi itu?
Bismillah…
Silaturrahmi tersusun dari dua kosa kata Arab; shilah yang berarti menyambung dan rahim yang berarti rahim wanita, dan dipakai bahasa kiasan untuk makna hubungan kerabat. Jadi silaturrahim bermakna: menyambung hubungan dengan kerabat. Dari keterangan ini, bisa disimpulkan bahwa secara bahasa Arab dan istilah syar’i, penggunaan kata silaturrahim untuk makna sembarang pertemuan atau kunjungan dengan orang-orang yang tidak memiliki hubungan kerabat, sebenarnya KURANG PAS.
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : "Ar-rahim secara umum adalah dimaksudkan untuk para kerabat dekat. Antar mereka terdapat garis nasab (keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahram atau tidak".
Menurut pendapat lain, mereka adalah maharim (para kerabat dekat yang haram dinikahi) saja.
Pendapat pertama lebih kuat, sebab menurut batasan yang kedua, anak-anak paman dan anak-anak bibi bukan kerabat dekat karena tidak termasuk yang haram dinikahi, padahal tidak demikian. [Fathul Bari, 10/414]
Silaturrahim, sebagaimana dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari adalah kinayah (ungkapan/sindiran) tentang berbuat baik kepada para kerabat dekat -baik menurut garis keturunan maupun perkawinan- berlemah lembut dan mengasihi mereka serta menjaga keadaan mereka. [Lihat, Murqatul Mafatih, 8/645]
silaturrahim adalah syari’at agama, dan syari’at ini haruslah sesuai dengan alqur’an dan sunnah yg dipahami oleh para sahabat
silaturrahim juga menimbang maslahat dan mudhorotnya, dan juga rambu0rambu syari;at pastinya..
contoh: bila kita dapati kita mempunyai seorang teman akrab yg kafir atau teman yg fasik, dan ketika bersama mereka, kita khawatir akan terbawa mereka, apakah harus kita tetap menjalin hubungan dengan mereka? Ya, itulah makna dari menimbang antara maslahat dan mudhorotnya, jika memang mudhorotnya lebih besar maka kita buat agar hubungan kita dengan mereka menjadi renggang, ingat renggang bukan putus! Atau jika kita merasa kuat imannya, maka terus lah untuk mendakwahi mereka
bila kita mempunyai teman akrab yg bukan mahromnya, sering curhat telpon-telponan, dsb, lalu setelah paham bahwasannya hal tersebut salah, lalu bagaimana?
Sami’na wa atho’na, kami tunduk dan kami taat..!
Jika memang kita telah paham akan suatu yg haq, maka keharusan bagi kita untuk mengikuti al haq dan menjauhkan kebathilan, jika memang telah paham bahwasannya hal-hal di atas tersebut salah, apakah kita akan tetap membiarkannya beljalan? Ya, tentu saja tidak! Maka haruslah kita merenggangkan hubungan tersebut, walau dengan renggang yg sangat jauh, ingat renggang bukan putus!
Dan kembali ke pemahaman “silaturrahim” itu sendiri secara syar’i, telah disebutkan bahwa penamaan silaturrahim kepada yg bukan terdapat garis nasab (keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahram atau tidak itu kurang PAS.
dan sejauh pemahaman ana, tidak ada ulama yg memaknai silaturrahim itu terletak pada sembarang orang saja, jika menelisik dari perkataan ulama yg ana nukil tadi, maka semua dari mereka mengartikan penamaan silaturrahim ini kepada kerabat yg memiliki hubungan darah baik yg berhak mewarisi atau tidak, baik yg sebagai mahrom atau pun bukan
maka, jika ada yg mengatakan "kita memutus tali silaturrahim terhadap seseorang (padahal orang tersebut tidaklah memiliki hubungan darah dengan kita)" sejauh pehamanan ana, dan menukil perkataan ulama di atas, maka hal tersebut tidaklah termasuk kedalam penamaan silaturrahim -wallahu a'lam-
Semoga dapat membantu
Billahit taufik
Allahu a’lam
=========================================================================
penulis: akhina Gugus Gustian
Kategori:
umum
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
barokallahu fiiki...
BalasHapussemoga Allah mengampuni dosa kita semua
Alhamdulillah... terimakasih
BalasHapusSyukron ilmunya, sangat detail... Makin memantapkan saya ttg pengertian kata silaturahim, baarakallaah
BalasHapus